Religi Masyarakat Orang Jawa


Ø  Orang jawa

Orang Jawa sebagian besar bermukim di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pusat kebudayaan berkiblat pada Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Meskipun ada ebagian orang Jawa sudah ada yang berdomisili di aderah lain, namun sebagian tata cara kehidupannya baik cara berfikir, berperasaan masih menggunakan pola Jawa, da mengaku sebagai orang Jawa karena tetap menghayati hidup dengan budaya Jawa. Identitas utama  yang membedakan orang Jawa dengan etnis lain adalah bahasa Jawa. Jadi secara sederhana yang disebut dengan orang Jawa adalah orang yang mempunyai bahasa ibu bahasa Jawa.

Cirri khas orang Jawa lainnya yaitu berkaitan dengan cara berfikir yang terobsesi oleh nilai-nilai budaya Jawa seperti budi luhur, lembah manah, tepa slira, dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut bertujuan untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupanya dengan terlahirnya sikap rukun, saling menghormati, menghargai dan menghindari konflik. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditegaskan bahwa orang Jawa adalah orang yang berbahasa ibu bahasa Jawayang di dalam tata kehidupannya masih berpedoman pada nilai-nilai luhur budaya Jawa.

Orang Jawa dibedakan dari kelompok-kelompok etnis lain di Indonesia oleh latar belakang sejarah yang berbeda, oleh bahasa dan kebudayaan mereka. Kebanyakan orang Jawa hidup sebagai petani atau buruh tani. Di daerah dataran rendah mereka bercocok tanam padi, di daerah pegunungan mereka menanam ketela dan palawija.

Orang Jawa sendiri membedakan dua golongan social: (1) wong cilik (orang kecil), terdiri dari sebagian besar masa etani dan mereka yang berpendapatan rendah di kota, dan (2) kaum priyayi dimana termasuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Kaum priyayi tidak bekerja dengan tangan. Diantara mereka terhitung kaum pegawai dari pelbagai tingkat dan cabang, mulai dari guru SD, pegawai kantor pos dan kereta api di kota-kota kecil. Kemudian termasuk pegawai menengah dan tinggi di kota-kota besar. Kaum priyayi adalah pembawa kebudayaan kota Jawa tradisional yang mencapai tingkat yang sempurna disekitar kraton Yogyakarta dan surakarta.

Ø  Kepercayaan Orang Jawa

Masyarakat jawa sebelum mengenal agama mempunyai system kepercayaan yang berkaitan dengan animisme dan dinamisme. Kepercayaan tersebut begitu lekat di dalam kehidupan masyarakat Jawa, bahkan sampai sekarang masih ada yang menganutnya. Menurut Harustato (1987: 98) sejarah perkembangan religiorang Jawa telah dimulai sejak zaman pra sejarah, dimana pada waktu itu nenek moyang orang Jawa beranggapan bahwa : semua benda yang ada di sekelilingnya mempunyai nyawa, dan semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau mempunyai roh yang berwatak baik maupun jahat.

Selain kepercayaan tehadap kang mbahureksa masyarakat jawa juga sangat percaya dengan berbagai jenis makhluk halus yang berbeda di tempat-tempat yang dianggap angker atau keramat. Orang Jawa percaya bahwa setan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui ubun-ubun atau telapak kakinya, sehingga orang tersebut menjadi kesurupan. Orang yang kesurupan biasanya tidak sadarkan diri atau hilang ingatan dan biasanya disembuhkan oleh seorang dukun prewangan atau dukun biasa. Untuk menjaga diri dari gangguan makhluk halus dan menambah kekuatan batinnya, masyarakat Jawa berusaha membentengi dirinya dengan ritual laku prihatin atau nglakoni. Wujud dari ritual tersebut antara lain: tirakat, puasa mutih, puasa pati geni, puasa ngrowot, dan lain sebaginya. Usaha lainnya dapat juga melalui penggunaan benda-benda bertuah atau berkekuatan gaib yang disebut dengan jimat, yang berupa keris, tombak akik, dan lain sebagainya. Tindakan tersebut merupakan sisa-sisa kepercayaan dari zaman dinamisme.

Ø  Agama Masyarakat Jawa

Seperti halnya masyarakat daerah lain di Indonesia, masyarakat Jawa juga menganut beragam agama. Dalam pelaksanaanya untuk agama islam, katolik dan Kristen sekarang terdapat dua golongan yaitu penganut murni dan kejawen atau abangan. Perbedaanya adalah jika golongan penganut murni maka mereka akan menjalankan kehidupan berdasarkan tuntunan dalam agama secara murni, sedangkan golongan kejawen/abangan tidak egitu mengutmakan tuntunan dalam agama terebut tetapi dalam kehidupanya masih menerapkan berbagai upacara ritual Jawa seperti selamatan, ngirim, seajen, dan sebaginya.

Golongan kejawen masih begitu lekat dengan tradisi selamatan karena sebelum agama Islam, Katolik dan Kristen dating ke Jawa, masyarakat jawa telah lama menganut Hindu da Budha. Sehingga tradisi pemujaan terhadap dewa-dewa masih begitu lekat dengan masyrakat Jawa. Pandangan hidup masyarakat jawa dalam beragam tidak lepas dari sikap-sikap dasar masyarakat Jawa yang akhirnya menjadi nilai-nilai luhur budaya Jawa. Sikap tersebut salah satunya adalah manjing ajur ajer, yang pada dasarnya merupakan sikap keterbukaan dalam hal apapun, sehingga pada saat agama-agama dari luar masuk, masyarakat Jawa terbuka untuk menerimanya. Keagamaan orang Jawa kejawen selanjutnya ditentukan oleh kepercayaan pada pelbagi macam roh yang tidak kelihatan, yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit apabila mereka dibuat marah atau kita kurang hati-hati.

Penerimaan tersebut tidak sepenuhnya dapat dijalankan secara murni. Hal inilah yang menjadikan agama abangan sebagai sinkritisme dari agama-agama sebelumnya dengan agama yang dianutnya sekarang. Dalam menjalankan kehidupannya golongan abangan tersebut masih menjalankan ritual-ritual kejawen seperti selamatan yang dipadu dengan syariat agama yang dianutnya. Dalam slametan terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Sekaligus slametan menimbulkan suatu perasaan kuat bahwa semua warga desa adalah derajatnya sama satu sama lain, kecuali ada kedudukan yang lebih tinggi. Mereka yang mempunyai kedudukan lebih tinggi seperti lurah, pegawai pemerintah desa, pegawai pemerintah dari kota, dan orang-orang yang lebih tua, perlu didekati dengan menunjuk sikap hormat menurut tata karma yang ketat. Contoh  selamatan orang meninggal golongan islam Abangan dengan cara membacakan tahlil selama tujuh hari dan di hari ke tujuh dibuatkan selamtan berupa seperangkat sesaji kenduri yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar. Timbulnya ilmu perdukunan disebabkan karena sebagian besar orang Jawa ingin mencari hakikat alam semesta, intisari kehidupan dan hakekat Tuhan.

sumber: budaya jawa karya Suwardi E.S.

3 responses to “Religi Masyarakat Orang Jawa

Tinggalkan komentar